Abang nak hantar emel tapi tak boleh. Kalau abang boleh akses blog, abang nak tulis dekat blog. Abang rindu sangat sampai sakit dada.
_
Dan tentang kau yang pernah menjadi tokoh utama;Terkadang, ada harap untuk kembali berjumpa, ada harap untuk kembali mengulang kisah yang lama, ada harap untuk kembali seperti sedia kala. Tapi, semua hanyalah harapan yang tidak mungkin menjadi kenyataan; Kau telah menulis ceritamu bersama orang lain.
Iya, hatiku pernah seakan diguyur hujan paling deras saat melihatmu melangkahkan kaki, hatiku pernah seakan teriris pisau paling tajam saat merasakan ditinggal karena terganti, hatiku pernah seakan ditancap duri paling dalam saat kau memintaku untuk jangan menanti.
Dan, untuk pernah-pernah yang tak akan pernah lagi aku ulangi;
Aku sadar, sekuat apapun aku mempertahankan, yang ditakdirkan hilang, akan tetap hilang.
Seerat apapun aku berusaha menggenggam, yang ditakdirkan lepas, akan tetap lepas.
Selama apapun aku menanti, yang ditakdirkan tidak kembali, akan tetap tidak kembali.
Dulu, jika aku merasa sedih, kau yang selalu ada membuatku tertawa.
Dulu, jika aku merasa kacau, kau yang selalu ada membuatku damai.
Dulu, jika aku merasa kosong, kau yang selalu ada membuatku penuh.
Kini, aku harus belajar untuk menciptakan tawa sendiri, aku harus belajar mendamaikan hati sendiri, aku harus belajar memenuhi diri sendiri.
Maafkan aku karena terlalu ingin memiliki,
maafkan aku karena merasa paling dilukai,
maafkan aku karena terlintas rasa membenci.
Aku tidak tahu badai apa yang menerjangmu di sana,
aku tidak tahu luka apa yang kau coba sembuhkan di sana,
aku tidak tahu sebanyak apa air mata yang kau coba hapus dan sembunyikan di sana.
Mungkin, badaimu lebih hebat dari badai yang menerjangku di sini.
Mungkin, lukamu lebih dalam dari luka yang menggoresku di sini.
Mungkin, air matamu lebih banyak dari air mataku yang mengalir di sini.
Namun, jangan pernah bertanya seikhlas apa aku, jangan pernah bertanya serela apa aku, jangan pernah bertanya semampu apa aku. butuh ratusan luka yang aku sembuhkan setiap hari, butuh puluhan kali aku menghapus dan menulis kembali tulisan ini, sebelum akhirnya kukuatkan hati menerima sebuah pergi.
— patahan.ranting